NILAI – NILAI ALQUR’AN DALAM PANCASILA DAN MATEMATIKA
Syarifah Hanum[1]
A.
PENDAHULUAN
Di era yang modern ini betapa banyak kita menjumpai statement yang
mengatakan pancasila tidak sesuai dengan agama Islam. Bahkan tak jarang kita menjumpai ormas
yang mengatakan butir-butir pancasila
tidak sesuai dengan Al-Quran. Berikut ini penulis akan memaparkan bagaimana
perjalanan merumuskan Pancasila dari para mendiang negeri ini yang telah
berjasa merumuskannya.
Selain itu kerusakan ilmu saat ini sedang menimpa umat islam
Indonesia. Di lembaga pendidikan umum terjadi kebodohan (ignorance) terhadap
ilmu agama. Banyak sekali sarjana-sarjana dalam bidang ilmu pengetahuan
tertentu yang tidak bisa membaca Al-Quran atau memahami ajaran-ajaran pokok
agama Islam. Padahal ilmu-ilmu agama adalah ilmu yang wajib dimiliki (fardlu
‘ain) oleh setiap muslim. Demikian juga, semakin bertambah ilmu semestinya
bertambah pula keimanan seseorang akan Rabbnya (Nashruddin Syarif, 2013).[2]
Akan tetapi yang banyak terjadi, semakin pintar seseorang dalam ilmu
pengetahuan misal matematika, tidak semakin menambah keyakinan akan Rabbnya.
Pemisahan nilai-nilai ketuhanan dari setiap ilmu yang dipelajari telah
menyebabkan anak didik sekuler dari nilai-nilai agamanya.
Setelah menjelaskan konsep tentang Pancasila di hadapan sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno melalui KH. wahid hasyim mengungkapkan hal yang
menarik mengenai latar belakangnya sebagai seorang Islam. "Saya seorang
Islam, saya demokrat karena saya orang Islam. Saya menghendaki mufakat, maka
saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam
menyatakan, bahwa kepala-kepala negara, baik para khalifah maupun amirul
mu'minin harus dipilih oleh rakyat ?"
Di dalam makalah ini penulis akan membahai nilas Alqur’an yang
terkandung dalam pancasila dan matematika. Benarkah butir-butir mutiara Pancasila
dan matematika itu ada di dalam
Al-Qur'an? Marilah kita kaji satu per satu. Namun disini penulis hanya menyebutkan
beberapa ayat saja sebagai referensi.
Dan penulis sampaikan dalam bentuk terjemah, agar lebih mudah dimengerti.
B.
NILAI ALQUR’AN YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA
1.
Ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa
Perintah untuk mengakui, meng-Esakan dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa,
antara lain terdapat pada Surat 112 (Al-Ikhlas) dan Surat 2 (Al Baqarah).
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa." (QS
112:1)
"Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS 2:163)
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan)
dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai
rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui." (QS 2:21-22)
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tentang kemanusiaan dapat dilihat pada beberapa ayat, antara lain
Surat 2 (Al Baqarah), 31 (Luqman), dan 49 (Al Hujuraat)
"Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai
penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara
manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS 2:224)
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS
31:18)
"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS 49:10)
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS 49:13)
3.
Persatuan Indonesia
Kewajiban rakyat terhadap bangsa dan negara, antara lain dijelaskan
dalam Surat 4 (An Nisaa') dan 3 (Ali 'Imran).
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (QS 4:59)
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu beruntung." (QS 3:200)
Adakalanya untuk mempertahankan tegaknya persatuan dan kesatuan
negara, kita dituntut untuk berjuang, baik dengan harta maupun jiwa. Hal itu
ditegaskan dalam Surat 5 (Al-Maa'idah) dan 9 (At-Taubah).
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya,
supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS 5:35)
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri
dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS 9:111)
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam permusyawaratan / perwakilan.
Mengenai pokok-pokok demokrasi dijelaskan dalam beberapa ayat,
antara lain pada Surat 3 (Ali 'Imron), 27 (An-Naml), dan 42 (Asy-Syuura).
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya." (QS 3:159)
"Berkata dia (Balqis): "Hai para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan
sebelum kamu berada dalam majelis(ku)." (QS 27:32)
"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka." (QS 42:38)
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Berbuat adil diperintahkan Allah Swt dalam beberapa ayat, antara
lain Surat 4 (An Nisaa'), 5 (Al- Maa'idah), 16 (An Nahl).
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,
maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (QS 4:135)
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (QS 4:58)
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (QS 5:8)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran." (QS 16:90)
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu)
orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan
menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami
telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan." (QS
4:36-37)
Dapat disimpulkan Butir-butir Pancasila yang bernilai luhur
ternyata ada rujukannya di dalam Al-Qur'an.
C.
Hakekat Matematika
Secara bahasa (lughawi), kata “matematika” berasal dari bahasa
Yunani yaitu “mathema” atau mungkin juga “mathematikos” yang artinya hal-hal
yang dipelajari. Bagi orang Yunani, matematika tidak hanya meliputi pengetahuan
mengenai angka dan ruang, tetapi juga mengenai musik dan ilmu falak
(astronomi). Andi Hakim Nasoetion (1980) menyatakan bahwa matematika berasal
dari bahasa Yunani “mathein” atau “manthenein” yang artinya
“mempelajari”. Orang Belanda, menyebut matematika dengan wiskunde, yang artinya
ilmu pasti. Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al hisab,
artinya ilmu berhitung.[3]
Secara istilah, sampai saat ini belum ada definisi yang tepat
mengenai matematika. Para ahli filsafat dan ahli matematika telah mencoba
membuat definisi matematika, tetapi sampai sekarang belum ada yang menyatakan
bahwa jawabannya adalah yang terakhir. Belum ada definisi yang disepakati untuk
menjelaskan matematika itu apa. Di antara definisi-definisi yang dibuat para
ahli matematika adalah sebagai berikut.
1.
Matematika
adalah ilmu tentang bilangan dan ruang.
2.
Matematika
adalah ilmu tentang besaran (kuantitas).
3.
Matematika
adalah ilmu tentang hubungan (relasi).
4.
Matematika
adalah ilmu tentang bentuk (abstrak).
5.
Matematika
adalah ilmu yang bersifat deduktif.
6.
Matematika
adalah ilmu tentang struktur-struktur yang logik.
Meskipun sukar untuk menentukan definisi yang tepat tentang
matematika, namun pada dasarnya terdapat sifat-sifat yang mudah dikenali pada
matematika. Ciri khas matematika yang tidak dimiliki pengetahuan lain adalah
(1) merupakan abstraksi dari dunia nyata, (2) menggunakan bahasa simbol, dan
(3) menganut pola pikir deduktif (Abdussakir, 2009).[4]
Matematika merupakan abstraksi dari dunia nyata. Abstraksi secara
bahasa berarti proses pengabstrakan. Abstraksi sendiri dapat diartikan sebagai
upaya untuk menciptakan definisi dengan jalan memusatkan perhatian pada sifat
yang umum dari berbagai objek dan mengabaikan sifat-sifat yang berlainan.
Karena matematika merupakan abstraksi dari dunia nyata, maka objek matematika
bersifat abstrak, tetapi dapat dipahami maknanya.
Untuk menyatakan hasil abstraksi, diperlukan suatu media komunikasi
atau bahasa. Bahasa yang digunakan dalam matematika adalah bahasa simbol. Untuk
menyatakan bilangan “dua” digunakan simbol “2”. Simbol untuk bilangan disebut
angka. Penggunaan bahasa simbol mempunyai dua keuntungan yaitu (a) sederhana
dan universal, dan (b) mempunyai makna yang luas.
Simbol dalam matematika juga mempunyai makna yang luas. Karena
luasnya makna yang tersirat, kadang simbol matematika dikatakan tidak bermakna
atau kosong dari arti. Simbol matematika kosong dari makna. Sebagai contoh,
simbol “2” memang mewakili bilangan dua. Tetapi dalam hal ini “dua apa?”.
Simbol itu akan mempunyai makna jika sudah dikaitkan dengan konteks tertentu,
misalnya 2 buku.
Selain mempunyai sifat bahwa matematika adalah abstrak dan
menggunakan bahasa simbol, matematika bersifat deduktif. Matematika menganut
pola pikir atau penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah pola berpikir
yang didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang secara umum sudah terbukti benar.
Kebenaran yang diperoleh dari beberapa contoh khusus yang kemudian
digeneralisasi, masih dikatakan bersifat induktif dan belum diterima
kebenarannya dalam matematika. Kebenaran induktif itu akan diterima setelah
dibuktikan dengan penalaran yang ketat dan logis. Meskipun matematika bersifat
deduktif, ahli matematika juga tetap memperhatikan ilham, dugaan, pengalaman,
daya cipta, rasa, dan fenomena dalam mengembangkan matematika. Kesimpulan dari
pengembangan itu akan diterima setelah ditetapkan atau dibuktikan melalui
penalaran logis.
D.
Hubungan Alqur’an dan Matematika
Ada petuah yang sangat berharga mengenai pentingnya penguasaan
bahasa, yaitu “jika ingin mengenal suatu bangsa, kuasailah bahasanya”. Petuah
ini mempunyai arti bahwa jika kita ingin mengenal, memahami atau bahkan
berdialog dengan suatu bangsa, baik manusia maupun binatang, maka kuasailah
bahasanya. Jika kita ingin berdialog dengan orang Inggris, maka kuasailah dan
gunakanlah bahasa Inggris. Jika kita ingin berdialog dengan orang Malaysia,
maka kuasailah dan gunakanlah bahasa Melayu. Jika kita ingin berdialog,
mengerti atau memahami ayat-ayat Qauliyah, yaitu Al-Quran, maka kuasailah
bahasa Arab. Lalu, jika kita ingin berdialog, mengerti atau memahami ayat-ayat kauniyah, yaitu alam semesta, jagad raya dan isinya, maka bahasa apa yang
harus kita kuasai? Bahasa apa yang harus kita gunakan untuk memahaminya?
Jawabannya adalah Matematika.
Cobalah perhatikan tata surya. Perhatikan bentuk matahari, bumi,
bulan serta planet-planet yang lain. Semuanya berbentuk bola. Perhatikan bentuk
lintasan bumi saat mengelilingi matahari, demikian juga lintasan-lintasan
planet lain saat mengelilingi matahari. Lintasannya berbentuk elips.
Berdasarkan fakta ini, tidaklah salah jika kemudian pada sekitar tahun 1200
Masehi, Galilio Galilie mengatakan “Mathematics is the language with wich
God created the universe”. Melalui penelitian dan penelaahan yang mendalam
terhadap fenomena alam semesta, ilmuwan pencetus Teori Big-Bang, yaitu Stephen
Hawking akhirnya mengikuti ungkapan Galilio dengan mengatakan “Tuhanlah yang
menciptakan alam dengan bahasa itu (Matematika)”.
Jika kita melihat ke dalam Al-Quran, maka kita tidak akan terkejut
atau mungkin akan mengatakan bahwa ungkapan Galilio ataupun Hawking adalah
basi. Sekitar 600 tahun sebelumnya, Al-Quran sudah menyatakan bahwa segala
sesuatu diciptakan secara matematis. Perhatikan firman Allah dalam Al-Quran
surat Al-Qamar ayat 49 yang artinya
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran."
Semua yang ada di alam ini ada ukurannya, ada hitungan-hitungannya,
ada rumusnya, atau ada persamaannya.
Ahli matematika atau fisika tidak membuat suatu rumus sedikitpun.
Mereka hanya menemukan rumus atau persamaan. Albert Einstein tidak membuat
rumus e = mc2, dia hanya menemukan dan
menyimbolkannya. Rumus-rumus yang ada sekarang bukan diciptakan manusia, tetapi
sudah disediakan. Manusia hanya menemukan dan menyimbolkan dalam bahasa
matematika. Lihatlah bagaimana Archimedes menemukan hitungan mengenai volume
benda melalui media air. Hukum Archimedes itu sudah ada sebelumnya, dan dialah
yang menemukan pertama kali melalui hasil menelaah dan membaca ketetapan Allah
SWT.
Pada masa-masa mutakhir ini, pemodelan-pemodelan matematika yang
dilakukan manusia sebenarnya bukan membuat sesuatu yang baru. Pada hakikatnya,
mereka hanya mencari persamaan-persamaan atau rumus-rumus yang berlaku pada
suatu fenomena. Bahkan, wabah seperti demam berdarah, malaria, tuberkolosis,
bahkan flu burung ternyata mempunyai aturan-aturan yang matematis. Sungguh,
segala sesuatu telah diciptakan dengan ukuran, perhitungan, rumus, atau
persamaan tertentu yang sangat rapi dan teliti. Perhatikan Al-Quran surat
Al-Furqan ayat 2 yang artinya
"Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya".
Salah satu kegiatan matematika adalah kalkulasi atau menghitung,
sehingga tidak salah jika kemudian ada yang menyebut matematika adalah ilmu
hitung atau ilmu al-hisab. Dalam urusan hitung menghitung ini, Allah SWT adalah
ahlinya. Allah sangat cepat dalam menghitung dan sangat teliti. Kita perhatikan
ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa Allah sangat cepat dalam membuat
perhitungan dan sangat teliti.
Dalam Al-Quran surat An-Nuur ayat 39 disebutkan,
artinya: Allah adalah sangat
cepat perhitungan-Nya.
Dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 199 disebutkan,
artinya: Sesungguhnya Allah
amat cepat perhitungan-Nya.
Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 202 disebutkan,
artinya: dan Allah sangat
cepat perhitungan-Nya.
Dalam Al-Quran surat Ar-Ra’d ayat 41 disebutkan,
artinya: Dia-lah Yang Maha
cepat perhitungan-Nya.
Dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 62 disebutkan,
artinya: Dan Dialah pembuat
perhitungan yang paling cepat.
Lalu, siapa yang dapat menghitung dengan cepat kalau bukan ahli
matematika? Siapa yang dapat menentukan aturan-aturan, rumus-rumus,
ukuran-ukuran, dan hukum-hukum jagad raya dengan begitu telitinya kalau bukan
ahli matematika? Lalu, kalau Allah SWT serba maha dalam matematika, mengapa
kita tidak mau mempelajarinya? Mengapa kita tidak suka bahkan benci terhadap
matematika? Padahal Allah suka dan sangat pintar dalam matematika. Mengapa kita
sebagai makhluknya tidak mau menyukai matematika atau bahkan tidak mau
mempelajari matematika. Bagaimana kita dapat memahami alam semesta ini yang
menggunakan bahasa matematika kalau kita tidak menguasai matematika? Kuncinya
adalah kita harus mempelajari matematika. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang
berhubungan dengan matematika walaupun tidak tersirat secara langsung. Itulah
tugas kita untuk menggalinya. Demikian pula ayat-ayat kauniyah yang ada di alam
semesta ini sangat berhubungan erat dengan matematika. Inilah ciri dari
karakter agamis-matematis, bahwa dalam agama juga tidak terlepas dari
matematika, ada kaitan erat antara agama dengan matematika.
E.
Nilai Alqur’an dalam Matematika
Pada bagian di atas, telah dijelaskan bahwa ada hubungan erat
antara agama dengan matematika. Matematika memegang peranan penting untuk dapat
mengungkap misteri-misteri yang ada di alam semesta ini baik itu yang tersirat
di dalam Al-Quran atau yang ada dalam alam semesta itu sendiri. Namun, pada
kenyataannya masih banyak di kalangan umat Islam sendiri yang membenci
matematika dan menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu kafir. Sungguh suatu
fenomena yang aneh. Dzat yang disembah menyukai matematika, sedangkan
penyembahnya justru membenci matematika.
Ada ayat dalam Al-Quran yang secara tersirat memerintahkan umat
Islam untuk mempelajari matematika, yakni berkenaan dengan masalah faraidh.
Masalah faraidh adalah masalah yang berkenaan dengan pengaturan dan pembagian
harta warisan bagi ahli waris menurut bagian yang ditentukan dalam Al-Quran.
Untuk pembagian harta warisan perlu diketahui lebih dahulu berapa jumlah semua
harta warisan yang ditinggalkan, berapa jumlah ahli waris yang berhak menerima,
dan berapa bagian yang berhak diterima ahli waris. Berkenaan dengan bagian yang
berhak diterima oleh ahli waris, Al-Quran menjelaskan dalam surat An-Nisaa ayat
11, 12, dan 176. Ketentuan bagian yang berhak diterima oleh ahli waris disebut furudhul muqaddarah.
Untuk dapat memahami dan dapat melaksanakan masalah faraidh dengan
baik maka hal yang perlu dipahami lebih dahulu adalah konsep matematika yang
berkaitan dengan bilangan pecahan, pecahan senilai, konsep keterbagian, faktor
persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutan terkecil (KPK), dan konsep
pengukuran yang meliputi pengukuran luas, berat, dan volume. Pemahaman terhadap
konsep-konsep tersebut akan memudahkan untuk memahami masalah faraidh.
Selain masalah faraidh, tertulis dalam Al-Quran bahwa tujuan
diciptakannya matahari dan bulan salah satunya adalah agar manusia dapat
mengetahui perhitungan waktu, sebagaimana firman Allah dalam QS Yunus ayat 5.
Artinya: Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui.
Masalah penentuan awal waktu shalat, awal bulan, awal tahun,
pembuatan kalender hijriyah atau masehi, bahkan arah kiblat secara tepat dan
akurat banyak memerlukan bantuan matematika. Sesuatu yang sungguh tidak masuk
akal adalah ketika ada seorang tokoh agama yang menetapkan awal waktu shalat
dengan rubu’ tetapi membenci matematika. Dia tidak
mengerti bahwa arti kata rubu’ adalah seperempat, yaitu seperempat lingkaran.
Dia tidak mengerti bahwa rubu’ banyak melibatkan konsep trigonometri yang
merupakan materi matematika. Apakah tidak aneh jika orang telah menggunakan
matematika, tetapi menyatakan matematika
ilmu kafir dan membencinya?
Pada sekitar abad ke-8 dan 9 Masehi, ilmu pengetahuan yang paling
disukai umat Islam adalah matematika dan astronomi. Aritmetika dipelajari oleh
matematikawan muslim untuk menghitung warisan dan pembuatan kalender Islam.
Matematika atau geografi astronomi diperlukan untuk menentukan arah kiblat.
Astronomi juga diperlukan untuk penentuan awal shalat, awal dan akhir puasa Ramadhan,
serta hari raya umat Islam. Ayat Al-Quran dan As-Sunnah banyak yang menyinggung
masalah ini. Demikian pula pengetahuan mengenai posisi bintang sangat membantu
dalam mengatur petunjuk perjalanan untuk menunaikan ibadah haji. Bahkan, kaum
muslimin menjelang abad ke-9 terkenal sebagai pengembang observatorium.
Dalam penentuan posisi hilal (bulan baru) tidak terlepas dari peran
matematika. Di Indonesia disepakati untuk dapat melihat posisi hilal harus
berada 3 derajat di atas ufuk. Untuk dapat mengetahui berapa besarnya 3 derajat
ini harus menggunakan matematika yaitu trigonometri. Mungkin agak sedikit
berbeda antara 3 derajat pada bidang datar dengan bangun ruang. Kita tahu bahwa
bahwa bumi ini berbentuk bulat (bangun ruang), sehingga untuk menentukan besarnya
3 derajat ini bisa menggunakan aturan-aturan trigonometri pada bangun ruang
(bola). Namun untuk dapat melihat posisi hilal kadang kala memiliki
keterbatasan, misal cuaca yang tidak mendukung. Ada cara lain yang dapat
digunakan untuk melihat posisi hilal apakah benar-benar sudah di atas ufuk
yaitu dengan menggunakan metode hisab. Metode ini melalui perhitungan matematis
peredaran matahari dan bulan selama satu tahun penuh. Dengan metode ini dapat
diketahui kapan bulan baru akan muncul di atas ufuk, karena pada dasarnya semua
peredaran benda-benda langit selalu tetap yaitu mengikuti sunatullah. Sehingga
dalam hal ini keterbatasan dalam memahami hukum-hukum agama dapat dibantu
dengan pendekatan matematis. Inilah seharusnya dapat menjadi suatu karakter mahasiswa
muslim dalam memahami ayat-ayat Allah, ada kaitan erat antara agama dengan
matematika. Insyaallah dapat menjadikan mahasiswa yang memiliki karakter
agamis-matematis.
F.
Karakter Matematis-Agamis
Banyak pandangan tentang matematika, beberapa mengemukakan tentang
ciri objeknya. Ada juga yang memandangnya dari pengaruhnya terhadap pola pikir
dan pola tindak seseorang. Dengan kata lain sifat yang ada pada matematika
dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Kepribadian matematika seseorang
adalah hasil tempaan dari pemahaman dan pengalamannya tentang matematika.
Pengalaman seseorang atau mahasiswa tentang matematika dapat membangun pola
sikap yang positif, antara lain sikap rasional, sistematis dalam bertindak,
kreatif, disiplin, hati-hati dan sikap lain yang positif dalam berpikir,
berbicara dan bertindak (Djoko Iswadji,
2010). [5]
Kalimat itu dapat dipahami karena matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak
yang tersusun secara hirarkis dari segi penalaran deduktif. Dengan demikian,
mereka yang mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh dan penuh pemahaman
diharapkan memiliki sifat-sifat positif yang agamis, antara lain:
1.
Sederhana
Sifat ini dapat terbangun dari konsensus dalam matematika bahwa
setiap persyaratan baik dalam penyusunan definisi, teorema, maupun penyelesaian
akhir harus disajikan dalam bentuk yang paling sederhana. Sebagai contoh dalam
matematika diusahakan untuk menyederhanakan bentuk pecahan atau bentuk aljabar
dalam bentuk yang paling sederhana. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah bahwa
kita dianjurkan untuk hidup secara sederhana di dunia ini dan tidak
berlebih-lebihan.
2. Rasional
Setiap langkah dalam penyelesaian masalah matematika secara
deduktif maupun induktif harus selalu didasarkan atas alasan yang jelas,
rasional dan logis dan dapat dibuktikan kebenarannya. Sifat agamis yang dapat
kita ambil adalah kita harus mengemukakan alasan-alasan yang rasional dan logis
dalam menyampaikan pendapat ketika berdiskusi atau bermusyawarah.
3. Sistematis
Dalam setiap langkah penyelesaian masalah harus dimulai dengan
suatu perencanaan yang disusun dalam urutan yang sistematis. Sifat agamis yang
dapat kita ambil adalah dalam setiap kita melakukan suatu pekerjaan harus
tertata dengan baik dan tidak membuat langkah yang tidak berguna.
4. Kreatif
Dalam pemecahan masalah matematika dituntut kemampuan melakukan
rekayasa, atau manipulasi bentuk-bentuk aljabar ataupun geometri untuk dapat
memudahkan menemukan jawabannya. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah
ketika menjumpai permasalahan dalam kehidupan kita dianjurkan agar
menyelesaikannya secara kreatif.
5. Cermat dan hati-hati
Dalam penyusunan definisi harus dipilih kata-kata tertentu dalam
susunan yang khusus, sehingga tidak mendua arti. Demikian juga dalam
perhitungan, tanpa kehati-hatian dan kecermatan, sekalipun menggunakan
perlengkapan canggih, harus diutamakan agar diperoleh hasil yang optimal. Dalam
matematika jika kita tidak cermat dalam melakukan perhitungan maka bisa
berakibat jawaban yang salah. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah sifat
cermat dan hati-hati sangat penting dalam kehidupan agar kita tidak salah dalam
melangkah.
6. Kritis (matematika dapat
menumbuhkan sifat kritis)
Dalam menyelesaikan masalah kita harus kritis apakah jawaban yang
ada apakah sudah benar atau belum. Bisa saja apa yang disampaikan teman, guru
atau dosen dalam menjawab masalah belum sepenuhnya benar. Sifat ini sangat
penting dalam kehidupan agar kita memiliki sikap yang kritis terhadap hal-hal
yang ada di sekitar kita. Coba renungkan Al-Quran surat An-Nuur ayat 31.
7. Pasti
Matematika bersifat pasti dan tidak menduga-duga. Jawaban masalah
dalam matematika bersifat pasti, inilah yang membedakan matematika dengan ilmu
yang lain. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah meyakani bahwa datangnya
hari akhir itu pasti.
8. Sabar
Belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar
dalam menghadapi semua hal dalam hidup ini. Saat kita mengerjakan soal dalam
matematika yang penyelesaiannya sangat panjang dan rumit, tentu kita harus
bersabar dan tidak cepat putus asa. Jika ada langkah yang salah, coba untuk
diteliti lagi dari awal, jangan-jangan ada angka yang salah, jangan-jangan ada
perhitungan yang salah.
9. Objektif/Jujur
Belajar matematika mengajarkan kepada kita sifat objektif atau
jujur. Objektif dalan arti memang jawabannya seperti itu dan tidak dibuat-buat.
Usahakan dalam hidup ini kita bersifat objektif dan tidak bersifat subjektif.
10. Konsisten/Istiqomah
Penulisan dalam matematika selalu konsisten tidak berubah-ubah.
Penulisan simbol selalu sama walaupun berbeda tempat dan wilayah. Sifat
konsisten/istiqomah ini juga sesuai dengan ajaran islam bahwa kita diusahakan
agar selalu istiqomah dalam menjalankan perintah Allah. Sebaik-baik amal
seorang hamba adalah yang selalu istiqomah walaupun itu sedikit.
11. Efektif dan Efisien
Dalam menyelesaikan masalah matematika kadang dijumpai solusi yang
beragam atau dijumpai tidak hanya satu solusi. Kita harus bisa memilih mana
solusi yang paling efektif agar waktu yang ditempuh efisien. Sifat ini dapat
kita contoh sehari-hari dalam melakukan pekerjaan atau belajar agar efektif dan
efisien.
Selain itu matematika juga memiliki sifat atau karakteristik yang
dapat kita kaitkan dengan kehidupan agamis. Sifat atau karakteristik bisa
diambil langsung dari matematika itu sendiri.
1.
Hirarkis
Matematika bersifat hirarkis, untuk mengusai matematika tingkat
lanjut harus mengusai tingkat dasar terlebih dahulu. Demikian pula dalam
kehidupan, untuk bisa sukses dalam kehidupan harus dimulai dari dasar terlebih
dulu. Banyak kita jumpai orang-orang yang sukses sekarang ini dulunya ia
berasal dari kehidupan yang sederhana atau dimulai dari dasar.
2.
Silaturahmi
Matematika juga mengajarkan silaturahmi. Sifat ini dapat kita ambil
ketika belajar pemetaan atau relasi. Dalam pemetaan setiap anggota domain dapat
dipetakan ke semua anggota kodomain. Sifat yang dapat diambil adalah kita dapat
bersilaturahmi kemana saja, tidak ada halangan bersilaturahmi dalam Islam.
Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang merasa senang bila dimudahkan rezekinya
dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung hubungan kekeluargaan
(silaturahmi). (HR: Muslim)
3.
Mengambil Saripati
Konsep turunan mengajarkan kepada kita untuk dapat mengambil inti
atau saripati dalam setiap proses. Untuk dapat mengetahui titik stasioner suatu
fungsi maka fungsi tersebut harus diturunkan terlebih dahulu. Kadang kala kita
tidak bisa mengambil manfaat langsung dari sesuatu tetapi harus diturunkan
dulu, contoh: bensin diturunkan dari minyak bumi, minyak sayur diturunkan dari
kopra, jus dapat diturunkan dari buah, dsb).
4.
Mengembang
Alam semesta ini bersifat mengembang. Konsep ini sangat relevan
ketika kita belajar garis bilangan real. Garis bilangan real itu mengembang,
tiada akhir baik pada sumbu positif atau negatif. Alam semesta ini mengembang
dan tidak statis, seperti suatu balon yang ditiup.
5.
Awal dan Akhir Kehidupan
Vektor mengajarkan kepada kita untuk menggambar dari suatu pangkal
dan berakhir di ujung. Demikian pula dalam kehidupan ini ada awal dan akhir.
6.
Peluang
Peluang mengajarkan kepada kita bahwa kemungkinan suatu kejadian
itu ada. Intinya kita tidak boleh pesimis dalam hidup ini.
7.
Limit
Segala
suatu kehidupan akan mendekati limit, contoh: keuangan, kehidupan, masalah dan
bahkan sesuatu yang dibeli akan mendekati limit, dsb
8.
Islam Itu Satu
Konsep integral dapat mengajarkan kepada kita bahwa islam itu satu.
Bentuk integral merupakan jumlah dari suatu luasan yang mendekati tak hingga.
Luasan ini tidak hanya satu tetapi banyak, yang disatukan dalam suatu simbol
dalam matematika yaitu integral. Demikian pula umat islam, walaupun sekarang
ini terpecah dalam berbagai kelompok namun seharusnya islam itu satu yang dapat
disatukan dalam suatu sistem.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai...” (TQS, Ali Imron: 103).
9.
Siklus
Kehidupan
Siklus kehidupan menggambarkan naik turunnya proses kehidupan ini, kadang kala kita di atas, kadang kita di
bawah. Hal ini sangat identik dengan grafik trigonometri fungsi sinus dan
cosinus. Grafik ini sepertinya dapat menggambarkan suatu proses kehidupan
manusia.
Masih banyak materi matematika yang dapat dikaitkan dengan
kehidupan ini, tentunya dilihat dari sisi agamisnya ataupun dari sisi sains.
Silahkan para mahasiswa dapat menggali lebih jauh apa yang belum tertulis dalam
makalah ini. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi mahasiswa untuk dapat
berperilaku secara matematis-agamis ataupun sebaliknya.
PENUTUP
Dari uaian yang telah dikemukakan
di atas, dapatlah di ambil beberapa kesimpulan tentang nilai Alquran
dalam pancasila dan matematika.
Pertama, Butir-butir
Pancasila yang bernilai luhur ternyata ada rujukannya di dalam Al-Qur'an.
Kedua, sifat matematika
adalah abstrak dan menggunakan bahasa simbol, matematika bersifat deduktif.
Matematika menganut pola pikir atau penalaran deduktif. Penalaran deduktif
adalah pola berpikir yang didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang secara umum
sudah terbukti benar. Kebenaran yang diperoleh dari beberapa contoh khusus yang
kemudian digeneralisasi, masih dikatakan bersifat induktif dan belum diterima
kebenarannya dalam matematika. Kebenaran induktif itu akan diterima setelah dibuktikan
dengan penalaran yang ketat dan logis. Meskipun matematika bersifat deduktif,
ahli matematika juga tetap memperhatikan ilham, dugaan, pengalaman, daya cipta,
rasa, dan fenomena dalam mengembangkan matematika. Kesimpulan dari pengembangan
itu akan diterima setelah ditetapkan atau dibuktikan melalui penalaran logis.
Ketiga, ayat-ayat
Al-Quran yang berhubungan dengan matematika walaupun tidak tersirat secara
langsung. Itulah tugas kita untuk menggalinya. Demikian pula ayat-ayat kauniyah
yang ada di alam semesta ini sangat berhubungan erat dengan matematika. Inilah
ciri dari karakter agamis-matematis, bahwa dalam agama juga tidak terlepas dari
matematika, ada kaitan erat antara agama dengan matematika.
Keempat, ayat dalam
Al-Quran yang secara tersirat memerintahkan umat Islam untuk mempelajari
matematika, yakni berkenaan dengan masalah faraidh. Masalah faraidh adalah
masalah yang berkenaan dengan pengaturan dan pembagian harta warisan bagi ahli
waris menurut bagian yang ditentukan dalam Al-Quran. Untuk pembagian harta
warisan perlu diketahui lebih dahulu berapa jumlah semua harta warisan yang
ditinggalkan, berapa jumlah ahli waris yang berhak menerima, dan berapa bagian
yang berhak diterima ahli waris. Berkenaan dengan bagian yang berhak diterima
oleh ahli waris, Al-Quran menjelaskan dalam surat An-Nisaa ayat 11, 12, dan
176. Ketentuan bagian yang berhak diterima oleh ahli waris disebut furudhul muqaddarah.
Untuk dapat memahami dan dapat melaksanakan masalah faraidh dengan
baik maka hal yang perlu dipahami lebih dahulu adalah konsep matematika yang
berkaitan dengan bilangan pecahan, pecahan senilai, konsep keterbagian, faktor
persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutan terkecil (KPK), dan konsep
pengukuran yang meliputi pengukuran luas, berat, dan volume. Pemahaman terhadap
konsep-konsep tersebut akan memudahkan untuk memahami masalah faraidh.
Selain masalah faraidh, tertulis dalam Al-Quran bahwa tujuan
diciptakannya matahari dan bulan salah satunya adalah agar manusia dapat
mengetahui perhitungan waktu, sebagaimana firman Allah dalam QS Yunus ayat 5.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa nilai Alqur’an sangat banyak,
baik itu yang menjelaskan tentang faraidh, Teori Himpunan,
Teori Vektor, Teori Perkalian
dll.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir. Pentingnya Matematika Dalam Pemikiran Islam.
Disampaikan pada
Seminar Internasional “The Role of Sciences and Technology in
Islamic Civilization” di UIN Malang, tahun 2009.
Al-Quran dan Terjemahan. Tersedia dalam Digital Quran versi 3.1.
Armas, Adnin, Sekulerisasi
Ilmu. Jakarta: Gema Insani, 2013.
Dinar dan Kania, dewi, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu. Jakarta:
Gema Insani. 2013.
Hakim, Andi, Nasoetion, Landasan Matematika. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara, 1980.
Iswadji, Djoko, Matematika vs Kehidupan Manusia. Yogyakarta:
UAD, 2010.
Shahih Muslim. Kumpulan dan Referensi Belajar Hadits.
Tersedia dalam Haditsweb versi 3.0.
Syarif, Nashruddi. Konsep
Ilmu Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani, 2013.
[1] Penulis
merupakan mahasiswa prodi pendidikan bahasa Arab pascasarjana UIN sunan
kalijaga Yogyakarta 2018/2019.
[2]
Nashruddin
Syarif, Konsep Ilmu Dalam Islam. Jakarta: Gema Insani, 2013), hlm.65.
[3] Andi Hakim
Nasoetion, Landasan Matematika. (Jakarta: Bhratara Karya Aksara), 1980.hlm.
45.
[4] Abdussakir,
Pentingnya Matematika Dalam Pemikiran Islam. Disampaikan pada
Seminar Internasional “The Role of
Sciences and Technology in Islamic Civilization” di UIN Malang, tahun 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar