Selasa, 27 November 2018

NILAI – NILAI ALQUR’AN DALAM PANCASILA DAN MATEMATIKA


NILAI – NILAI  ALQUR’AN DALAM PANCASILA DAN MATEMATIKA

Syarifah Hanum[1]

A.  PENDAHULUAN
Di era yang modern ini betapa banyak kita menjumpai statement yang mengatakan pancasila tidak sesuai dengan agama Islam.  Bahkan tak jarang kita menjumpai ormas yang  mengatakan butir-butir pancasila tidak sesuai dengan Al-Quran. Berikut ini penulis akan memaparkan bagaimana perjalanan merumuskan Pancasila dari para mendiang negeri ini yang telah berjasa merumuskannya.
Selain itu kerusakan ilmu saat ini sedang menimpa umat islam Indonesia. Di lembaga pendidikan umum terjadi kebodohan (ignorance) terhadap ilmu agama. Banyak sekali sarjana-sarjana dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu yang tidak bisa membaca Al-Quran atau memahami ajaran-ajaran pokok agama Islam. Padahal ilmu-ilmu agama adalah ilmu yang wajib dimiliki (fardlu ‘ain) oleh setiap muslim. Demikian juga, semakin bertambah ilmu semestinya bertambah pula keimanan seseorang akan Rabbnya (Nashruddin Syarif, 2013).[2] Akan tetapi yang banyak terjadi, semakin pintar seseorang dalam ilmu pengetahuan misal matematika, tidak semakin menambah keyakinan akan Rabbnya. Pemisahan nilai-nilai ketuhanan dari setiap ilmu yang dipelajari telah menyebabkan anak didik sekuler dari nilai-nilai agamanya.
Setelah menjelaskan konsep  tentang Pancasila di hadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno melalui KH. wahid hasyim mengungkapkan hal yang menarik mengenai latar belakangnya sebagai seorang Islam. "Saya seorang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam. Saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam menyatakan, bahwa kepala-kepala negara, baik para khalifah maupun amirul mu'minin harus dipilih oleh rakyat ?"
Di dalam makalah ini penulis akan membahai nilas Alqur’an yang terkandung dalam pancasila dan matematika. Benarkah butir-butir mutiara Pancasila dan matematika  itu ada di dalam Al-Qur'an? Marilah kita kaji satu per satu. Namun disini penulis hanya menyebutkan  beberapa ayat saja sebagai referensi. Dan penulis sampaikan dalam bentuk terjemah, agar lebih mudah dimengerti.
B.  NILAI ALQUR’AN YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA
1.    Ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa
Perintah untuk mengakui, meng-Esakan  dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, antara lain terdapat pada Surat 112 (Al-Ikhlas) dan Surat 2 (Al Baqarah).
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa." (QS 112:1)
"Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS 2:163)
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS 2:21-22)
2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tentang kemanusiaan dapat dilihat pada beberapa ayat, antara lain Surat 2 (Al Baqarah), 31 (Luqman), dan 49 (Al Hujuraat)
"Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS 2:224)
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS 31:18)
"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS 49:10)
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS 49:13)
3.    Persatuan Indonesia
Kewajiban rakyat terhadap bangsa dan negara, antara lain dijelaskan dalam Surat 4 (An Nisaa') dan 3 (Ali 'Imran).
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS 4:59)
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung." (QS 3:200)
Adakalanya untuk mempertahankan tegaknya persatuan dan kesatuan negara, kita dituntut untuk berjuang, baik dengan harta maupun jiwa. Hal itu ditegaskan dalam Surat 5 (Al-Maa'idah) dan 9 (At-Taubah).
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS 5:35)
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS 9:111)

4.    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam permusyawaratan / perwakilan.
Mengenai pokok-pokok demokrasi dijelaskan dalam beberapa ayat, antara lain pada Surat 3 (Ali 'Imron), 27 (An-Naml), dan 42 (Asy-Syuura).
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (QS 3:159)
"Berkata dia (Balqis): "Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku)." (QS 27:32)
"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka." (QS 42:38)
5.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Berbuat adil diperintahkan Allah Swt dalam beberapa ayat, antara lain Surat 4 (An Nisaa'), 5 (Al- Maa'idah), 16 (An Nahl).
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (QS 4:135)
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS 4:58)
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS 5:8)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS 16:90)
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan." (QS 4:36-37)
Dapat disimpulkan Butir-butir Pancasila yang bernilai luhur ternyata ada rujukannya di dalam Al-Qur'an.
C.  Hakekat Matematika
Secara bahasa (lughawi), kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani yaitu “mathema” atau mungkin juga “mathematikos” yang artinya hal-hal yang dipelajari. Bagi orang Yunani, matematika tidak hanya meliputi pengetahuan mengenai angka dan ruang, tetapi juga mengenai musik dan ilmu falak (astronomi). Andi Hakim Nasoetion (1980) menyatakan bahwa matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau “manthenein” yang artinya “mempelajari”. Orang Belanda, menyebut matematika dengan wiskunde, yang artinya ilmu pasti. Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al hisab, artinya ilmu berhitung.[3]
Secara istilah, sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai matematika. Para ahli filsafat dan ahli matematika telah mencoba membuat definisi matematika, tetapi sampai sekarang belum ada yang menyatakan bahwa jawabannya adalah yang terakhir. Belum ada definisi yang disepakati untuk menjelaskan matematika itu apa. Di antara definisi-definisi yang dibuat para ahli matematika adalah sebagai berikut.
1.      Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang.
2.      Matematika adalah ilmu tentang besaran (kuantitas).
3.      Matematika adalah ilmu tentang hubungan (relasi).
4.      Matematika adalah ilmu tentang bentuk (abstrak).
5.      Matematika adalah ilmu yang bersifat deduktif.
6.      Matematika adalah ilmu tentang struktur-struktur yang logik.
Meskipun sukar untuk menentukan definisi yang tepat tentang matematika, namun pada dasarnya terdapat sifat-sifat yang mudah dikenali pada matematika. Ciri khas matematika yang tidak dimiliki pengetahuan lain adalah (1) merupakan abstraksi dari dunia nyata, (2) menggunakan bahasa simbol, dan (3) menganut pola pikir deduktif (Abdussakir, 2009).[4]
Matematika merupakan abstraksi dari dunia nyata. Abstraksi secara bahasa berarti proses pengabstrakan. Abstraksi sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk menciptakan definisi dengan jalan memusatkan perhatian pada sifat yang umum dari berbagai objek dan mengabaikan sifat-sifat yang berlainan. Karena matematika merupakan abstraksi dari dunia nyata, maka objek matematika bersifat abstrak, tetapi dapat dipahami maknanya.
Untuk menyatakan hasil abstraksi, diperlukan suatu media komunikasi atau bahasa. Bahasa yang digunakan dalam matematika adalah bahasa simbol. Untuk menyatakan bilangan “dua” digunakan simbol “2”. Simbol untuk bilangan disebut angka. Penggunaan bahasa simbol mempunyai dua keuntungan yaitu (a) sederhana dan universal, dan (b) mempunyai makna yang luas.
Simbol dalam matematika juga mempunyai makna yang luas. Karena luasnya makna yang tersirat, kadang simbol matematika dikatakan tidak bermakna atau kosong dari arti. Simbol matematika kosong dari makna. Sebagai contoh, simbol “2” memang mewakili bilangan dua. Tetapi dalam hal ini “dua apa?”. Simbol itu akan mempunyai makna jika sudah dikaitkan dengan konteks tertentu, misalnya 2 buku.
Selain mempunyai sifat bahwa matematika adalah abstrak dan menggunakan bahasa simbol, matematika bersifat deduktif. Matematika menganut pola pikir atau penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah pola berpikir yang didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang secara umum sudah terbukti benar. Kebenaran yang diperoleh dari beberapa contoh khusus yang kemudian digeneralisasi, masih dikatakan bersifat induktif dan belum diterima kebenarannya dalam matematika. Kebenaran induktif itu akan diterima setelah dibuktikan dengan penalaran yang ketat dan logis. Meskipun matematika bersifat deduktif, ahli matematika juga tetap memperhatikan ilham, dugaan, pengalaman, daya cipta, rasa, dan fenomena dalam mengembangkan matematika. Kesimpulan dari pengembangan itu akan diterima setelah ditetapkan atau dibuktikan melalui penalaran logis.
D.    Hubungan Alqur’an dan Matematika
Ada petuah yang sangat berharga mengenai pentingnya penguasaan bahasa, yaitu “jika ingin mengenal suatu bangsa, kuasailah bahasanya”. Petuah ini mempunyai arti bahwa jika kita ingin mengenal, memahami atau bahkan berdialog dengan suatu bangsa, baik manusia maupun binatang, maka kuasailah bahasanya. Jika kita ingin berdialog dengan orang Inggris, maka kuasailah dan gunakanlah bahasa Inggris. Jika kita ingin berdialog dengan orang Malaysia, maka kuasailah dan gunakanlah bahasa Melayu. Jika kita ingin berdialog, mengerti atau memahami ayat-ayat Qauliyah, yaitu Al-Quran, maka kuasailah bahasa Arab. Lalu, jika kita ingin berdialog, mengerti atau memahami  ayat-ayat kauniyah, yaitu alam semesta,  jagad raya dan isinya, maka bahasa apa yang harus kita kuasai? Bahasa apa yang harus kita gunakan untuk memahaminya? Jawabannya adalah Matematika.
Cobalah perhatikan tata surya. Perhatikan bentuk matahari, bumi, bulan serta planet-planet yang lain. Semuanya berbentuk bola. Perhatikan bentuk lintasan bumi saat mengelilingi matahari, demikian juga lintasan-lintasan planet lain saat mengelilingi matahari. Lintasannya berbentuk elips. Berdasarkan fakta ini, tidaklah salah jika kemudian pada sekitar tahun 1200 Masehi, Galilio Galilie mengatakan “Mathematics is the language with wich God created the universe”. Melalui penelitian dan penelaahan yang mendalam terhadap fenomena alam semesta, ilmuwan pencetus Teori Big-Bang, yaitu Stephen Hawking akhirnya mengikuti ungkapan Galilio dengan mengatakan “Tuhanlah yang menciptakan alam dengan bahasa itu (Matematika)”.
Jika kita melihat ke dalam Al-Quran, maka kita tidak akan terkejut atau mungkin akan mengatakan bahwa ungkapan Galilio ataupun Hawking adalah basi. Sekitar 600 tahun sebelumnya, Al-Quran sudah menyatakan bahwa segala sesuatu diciptakan secara matematis. Perhatikan firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Qamar ayat 49 yang artinya
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."
Semua yang ada di alam ini ada ukurannya, ada hitungan-hitungannya, ada rumusnya, atau ada persamaannya.
Ahli matematika atau fisika tidak membuat suatu rumus sedikitpun. Mereka hanya menemukan rumus atau persamaan. Albert Einstein tidak membuat rumus  e = mc2, dia hanya menemukan dan menyimbolkannya. Rumus-rumus yang ada sekarang bukan diciptakan manusia, tetapi sudah disediakan. Manusia hanya menemukan dan menyimbolkan dalam bahasa matematika. Lihatlah bagaimana Archimedes menemukan hitungan mengenai volume benda melalui media air. Hukum Archimedes itu sudah ada sebelumnya, dan dialah yang menemukan pertama kali melalui hasil menelaah dan membaca ketetapan Allah SWT.
Pada masa-masa mutakhir ini, pemodelan-pemodelan matematika yang dilakukan manusia sebenarnya bukan membuat sesuatu yang baru. Pada hakikatnya, mereka hanya mencari persamaan-persamaan atau rumus-rumus yang berlaku pada suatu fenomena. Bahkan, wabah seperti demam berdarah, malaria, tuberkolosis, bahkan flu burung ternyata mempunyai aturan-aturan yang matematis. Sungguh, segala sesuatu telah diciptakan dengan ukuran, perhitungan, rumus, atau persamaan tertentu yang sangat rapi dan teliti. Perhatikan Al-Quran surat Al-Furqan ayat 2 yang artinya
"Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya".
Salah satu kegiatan matematika adalah kalkulasi atau menghitung, sehingga tidak salah jika kemudian ada yang menyebut matematika adalah ilmu hitung atau ilmu al-hisab. Dalam urusan hitung menghitung ini, Allah SWT adalah ahlinya. Allah sangat cepat dalam menghitung dan sangat teliti. Kita perhatikan ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa Allah sangat cepat dalam membuat perhitungan dan sangat teliti.
Dalam Al-Quran surat An-Nuur ayat 39 disebutkan,
artinya:  Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.                       
Dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 199 disebutkan,
artinya:  Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.       
Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 202 disebutkan,
artinya:  dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. 
Dalam Al-Quran surat Ar-Ra’d ayat 41 disebutkan,
artinya:  Dia-lah Yang Maha cepat perhitungan-Nya.
Dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 62 disebutkan,
artinya:  Dan Dialah pembuat perhitungan yang paling cepat.
Lalu, siapa yang dapat menghitung dengan cepat kalau bukan ahli matematika? Siapa yang dapat menentukan aturan-aturan, rumus-rumus, ukuran-ukuran, dan hukum-hukum jagad raya dengan begitu telitinya kalau bukan ahli matematika? Lalu, kalau Allah SWT serba maha dalam matematika, mengapa kita tidak mau mempelajarinya? Mengapa kita tidak suka bahkan benci terhadap matematika? Padahal Allah suka dan sangat pintar dalam matematika. Mengapa kita sebagai makhluknya tidak mau menyukai matematika atau bahkan tidak mau mempelajari matematika. Bagaimana kita dapat memahami alam semesta ini yang menggunakan bahasa matematika kalau kita tidak menguasai matematika? Kuncinya adalah kita harus mempelajari matematika. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan matematika walaupun tidak tersirat secara langsung. Itulah tugas kita untuk menggalinya. Demikian pula ayat-ayat kauniyah yang ada di alam semesta ini sangat berhubungan erat dengan matematika. Inilah ciri dari karakter agamis-matematis, bahwa dalam agama juga tidak terlepas dari matematika, ada kaitan erat antara agama dengan matematika.
E.  Nilai Alqur’an dalam Matematika
Pada bagian di atas, telah dijelaskan bahwa ada hubungan erat antara agama dengan matematika. Matematika memegang peranan penting untuk dapat mengungkap misteri-misteri yang ada di alam semesta ini baik itu yang tersirat di dalam Al-Quran atau yang ada dalam alam semesta itu sendiri. Namun, pada kenyataannya masih banyak di kalangan umat Islam sendiri yang membenci matematika dan menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu kafir. Sungguh suatu fenomena yang aneh. Dzat yang disembah menyukai matematika, sedangkan penyembahnya justru membenci matematika.
Ada ayat dalam Al-Quran yang secara tersirat memerintahkan umat Islam untuk mempelajari matematika, yakni berkenaan dengan masalah faraidh. Masalah faraidh adalah masalah yang berkenaan dengan pengaturan dan pembagian harta warisan bagi ahli waris menurut bagian yang ditentukan dalam Al-Quran. Untuk pembagian harta warisan perlu diketahui lebih dahulu berapa jumlah semua harta warisan yang ditinggalkan, berapa jumlah ahli waris yang berhak menerima, dan berapa bagian yang berhak diterima ahli waris. Berkenaan dengan bagian yang berhak diterima oleh ahli waris, Al-Quran menjelaskan dalam surat An-Nisaa ayat 11, 12, dan 176. Ketentuan bagian yang berhak diterima oleh ahli waris disebut  furudhul muqaddarah.
Untuk dapat memahami dan dapat melaksanakan masalah faraidh dengan baik maka hal yang perlu dipahami lebih dahulu adalah konsep matematika yang berkaitan dengan bilangan pecahan, pecahan senilai, konsep keterbagian, faktor persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutan terkecil (KPK), dan konsep pengukuran yang meliputi pengukuran luas, berat, dan volume. Pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut akan memudahkan untuk memahami masalah faraidh.
Selain masalah faraidh, tertulis dalam Al-Quran bahwa tujuan diciptakannya matahari dan bulan salah satunya adalah agar manusia dapat mengetahui perhitungan waktu, sebagaimana firman Allah dalam QS Yunus ayat 5.
Artinya:  Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Masalah penentuan awal waktu shalat, awal bulan, awal tahun, pembuatan kalender hijriyah atau masehi, bahkan arah kiblat secara tepat dan akurat banyak memerlukan bantuan matematika. Sesuatu yang sungguh tidak masuk akal adalah ketika ada seorang tokoh agama yang menetapkan awal waktu shalat dengan  rubu’  tetapi membenci matematika. Dia tidak mengerti bahwa arti kata rubu’ adalah seperempat, yaitu seperempat lingkaran. Dia tidak mengerti bahwa rubu’ banyak melibatkan konsep trigonometri yang merupakan materi matematika. Apakah tidak aneh jika orang telah menggunakan matematika, tetapi  menyatakan matematika ilmu kafir dan membencinya?
Pada sekitar abad ke-8 dan 9 Masehi, ilmu pengetahuan yang paling disukai umat Islam adalah matematika dan astronomi. Aritmetika dipelajari oleh matematikawan muslim untuk menghitung warisan dan pembuatan kalender Islam. Matematika atau geografi astronomi diperlukan untuk menentukan arah kiblat. Astronomi juga diperlukan untuk penentuan awal shalat, awal dan akhir puasa Ramadhan, serta hari raya umat Islam. Ayat Al-Quran dan As-Sunnah banyak yang menyinggung masalah ini. Demikian pula pengetahuan mengenai posisi bintang sangat membantu dalam mengatur petunjuk perjalanan untuk menunaikan ibadah haji. Bahkan, kaum muslimin menjelang abad ke-9 terkenal sebagai pengembang observatorium.
Dalam penentuan posisi hilal (bulan baru) tidak terlepas dari peran matematika. Di Indonesia disepakati untuk dapat melihat posisi hilal harus berada 3 derajat di atas ufuk. Untuk dapat mengetahui berapa besarnya 3 derajat ini harus menggunakan matematika yaitu trigonometri. Mungkin agak sedikit berbeda antara 3 derajat pada bidang datar dengan bangun ruang. Kita tahu bahwa bahwa bumi ini berbentuk bulat (bangun ruang), sehingga untuk menentukan besarnya 3 derajat ini bisa menggunakan aturan-aturan trigonometri pada bangun ruang (bola). Namun untuk dapat melihat posisi hilal kadang kala memiliki keterbatasan, misal cuaca yang tidak mendukung. Ada cara lain yang dapat digunakan untuk melihat posisi hilal apakah benar-benar sudah di atas ufuk yaitu dengan menggunakan metode hisab. Metode ini melalui perhitungan matematis peredaran matahari dan bulan selama satu tahun penuh. Dengan metode ini dapat diketahui kapan bulan baru akan muncul di atas ufuk, karena pada dasarnya semua peredaran benda-benda langit selalu tetap yaitu mengikuti sunatullah. Sehingga dalam hal ini keterbatasan dalam memahami hukum-hukum agama dapat dibantu dengan pendekatan matematis. Inilah seharusnya dapat menjadi suatu karakter mahasiswa muslim dalam memahami ayat-ayat Allah, ada kaitan erat antara agama dengan matematika. Insyaallah dapat menjadikan mahasiswa yang memiliki karakter agamis-matematis.
F.   Karakter Matematis-Agamis
Banyak pandangan tentang matematika, beberapa mengemukakan tentang ciri objeknya. Ada juga yang memandangnya dari pengaruhnya terhadap pola pikir dan pola tindak seseorang. Dengan kata lain sifat yang ada pada matematika dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Kepribadian matematika seseorang adalah hasil tempaan dari pemahaman dan pengalamannya tentang matematika. Pengalaman seseorang atau mahasiswa tentang matematika dapat membangun pola sikap yang positif, antara lain sikap rasional, sistematis dalam bertindak, kreatif, disiplin, hati-hati dan sikap lain yang positif dalam berpikir, berbicara dan bertindak  (Djoko Iswadji, 2010). [5] Kalimat itu dapat dipahami karena matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang tersusun secara hirarkis dari segi penalaran deduktif. Dengan demikian, mereka yang mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh dan penuh pemahaman diharapkan memiliki sifat-sifat positif yang agamis, antara lain:
1.    Sederhana
Sifat ini dapat terbangun dari konsensus dalam matematika bahwa setiap persyaratan baik dalam penyusunan definisi, teorema, maupun penyelesaian akhir harus disajikan dalam bentuk yang paling sederhana. Sebagai contoh dalam matematika diusahakan untuk menyederhanakan bentuk pecahan atau bentuk aljabar dalam bentuk yang paling sederhana. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah bahwa kita dianjurkan untuk hidup secara sederhana di dunia ini dan tidak berlebih-lebihan.
2. Rasional
Setiap langkah dalam penyelesaian masalah matematika secara deduktif maupun induktif harus selalu didasarkan atas alasan yang jelas, rasional dan logis dan dapat dibuktikan kebenarannya. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah kita harus mengemukakan alasan-alasan yang rasional dan logis dalam menyampaikan pendapat ketika berdiskusi atau bermusyawarah.
3. Sistematis
Dalam setiap langkah penyelesaian masalah harus dimulai dengan suatu perencanaan yang disusun dalam urutan yang sistematis. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah dalam setiap kita melakukan suatu pekerjaan harus tertata dengan baik dan tidak membuat langkah yang tidak berguna.
4.  Kreatif
Dalam pemecahan masalah matematika dituntut kemampuan melakukan rekayasa, atau manipulasi bentuk-bentuk aljabar ataupun geometri untuk dapat memudahkan menemukan jawabannya. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah ketika menjumpai permasalahan dalam kehidupan kita dianjurkan agar menyelesaikannya secara kreatif.
5. Cermat dan hati-hati
Dalam penyusunan definisi harus dipilih kata-kata tertentu dalam susunan yang khusus, sehingga tidak mendua arti. Demikian juga dalam perhitungan, tanpa kehati-hatian dan kecermatan, sekalipun menggunakan perlengkapan canggih, harus diutamakan agar diperoleh hasil yang optimal. Dalam matematika jika kita tidak cermat dalam melakukan perhitungan maka bisa berakibat jawaban yang salah. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah sifat cermat dan hati-hati sangat penting dalam kehidupan agar kita tidak salah dalam melangkah.
6.  Kritis (matematika dapat menumbuhkan sifat kritis)
Dalam menyelesaikan masalah kita harus kritis apakah jawaban yang ada apakah sudah benar atau belum. Bisa saja apa yang disampaikan teman, guru atau dosen dalam menjawab masalah belum sepenuhnya benar. Sifat ini sangat penting dalam kehidupan agar kita memiliki sikap yang kritis terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita. Coba renungkan Al-Quran surat An-Nuur ayat 31.
7.  Pasti
Matematika bersifat pasti dan tidak menduga-duga. Jawaban masalah dalam matematika bersifat pasti, inilah yang membedakan matematika dengan ilmu yang lain. Sifat agamis yang dapat kita ambil adalah meyakani bahwa datangnya hari akhir itu pasti.
8.  Sabar
Belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam hidup ini. Saat kita mengerjakan soal dalam matematika yang penyelesaiannya sangat panjang dan rumit, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus asa. Jika ada langkah yang salah, coba untuk diteliti lagi dari awal, jangan-jangan ada angka yang salah, jangan-jangan ada perhitungan yang salah.
9.  Objektif/Jujur
Belajar matematika mengajarkan kepada kita sifat objektif atau jujur. Objektif dalan arti memang jawabannya seperti itu dan tidak dibuat-buat. Usahakan dalam hidup ini kita bersifat objektif dan tidak bersifat subjektif.
10.  Konsisten/Istiqomah
Penulisan dalam matematika selalu konsisten tidak berubah-ubah. Penulisan simbol selalu sama walaupun berbeda tempat dan wilayah. Sifat konsisten/istiqomah ini juga sesuai dengan ajaran islam bahwa kita diusahakan agar selalu istiqomah dalam menjalankan perintah Allah. Sebaik-baik amal seorang hamba adalah yang selalu istiqomah walaupun itu sedikit.
11.  Efektif dan Efisien
Dalam menyelesaikan masalah matematika kadang dijumpai solusi yang beragam atau dijumpai tidak hanya satu solusi. Kita harus bisa memilih mana solusi yang paling efektif agar waktu yang ditempuh efisien. Sifat ini dapat kita contoh sehari-hari dalam melakukan pekerjaan atau belajar agar efektif dan efisien.
Selain itu matematika juga memiliki sifat atau karakteristik yang dapat kita kaitkan dengan kehidupan agamis. Sifat atau karakteristik bisa diambil langsung dari matematika itu sendiri.
1.      Hirarkis
Matematika bersifat hirarkis, untuk mengusai matematika tingkat lanjut harus mengusai tingkat dasar terlebih dahulu. Demikian pula dalam kehidupan, untuk bisa sukses dalam kehidupan harus dimulai dari dasar terlebih dulu. Banyak kita jumpai orang-orang yang sukses sekarang ini dulunya ia berasal dari kehidupan yang sederhana atau dimulai dari dasar.
2.      Silaturahmi
Matematika juga mengajarkan silaturahmi. Sifat ini dapat kita ambil ketika belajar pemetaan atau relasi. Dalam pemetaan setiap anggota domain dapat dipetakan ke semua anggota kodomain. Sifat yang dapat diambil adalah kita dapat bersilaturahmi kemana saja, tidak ada halangan bersilaturahmi dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang merasa senang bila dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung hubungan kekeluargaan (silaturahmi). (HR: Muslim)
3.       Mengambil Saripati
Konsep turunan mengajarkan kepada kita untuk dapat mengambil inti atau saripati dalam setiap proses. Untuk dapat mengetahui titik stasioner suatu fungsi maka fungsi tersebut harus diturunkan terlebih dahulu. Kadang kala kita tidak bisa mengambil manfaat langsung dari sesuatu tetapi harus diturunkan dulu, contoh: bensin diturunkan dari minyak bumi, minyak sayur diturunkan dari kopra, jus dapat diturunkan dari buah, dsb).
4.       Mengembang
Alam semesta ini bersifat mengembang. Konsep ini sangat relevan ketika kita belajar garis bilangan real. Garis bilangan real itu mengembang, tiada akhir baik pada sumbu positif atau negatif. Alam semesta ini mengembang dan tidak statis, seperti suatu balon yang ditiup.
5.       Awal dan Akhir Kehidupan
Vektor mengajarkan kepada kita untuk menggambar dari suatu pangkal dan berakhir di ujung. Demikian pula dalam kehidupan ini ada awal dan akhir.
6.      Peluang
Peluang mengajarkan kepada kita bahwa kemungkinan suatu kejadian itu ada. Intinya kita tidak boleh pesimis dalam hidup ini.
7.      Limit
Segala suatu kehidupan akan mendekati limit, contoh: keuangan, kehidupan, masalah dan bahkan sesuatu yang dibeli akan mendekati limit, dsb
8.        Islam Itu Satu
Konsep integral dapat mengajarkan kepada kita bahwa islam itu satu. Bentuk integral merupakan jumlah dari suatu luasan yang mendekati tak hingga. Luasan ini tidak hanya satu tetapi banyak, yang disatukan dalam suatu simbol dalam matematika yaitu integral. Demikian pula umat islam, walaupun sekarang ini terpecah dalam berbagai kelompok namun seharusnya islam itu satu yang dapat disatukan dalam suatu sistem.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai...” (TQS, Ali Imron: 103).
9.      Siklus Kehidupan
Siklus kehidupan menggambarkan naik turunnya proses kehidupan ini,  kadang kala kita di atas, kadang kita di bawah. Hal ini sangat identik dengan grafik trigonometri fungsi sinus dan cosinus. Grafik ini sepertinya dapat menggambarkan suatu proses kehidupan manusia.
Masih banyak materi matematika yang dapat dikaitkan dengan kehidupan ini, tentunya dilihat dari sisi agamisnya ataupun dari sisi sains. Silahkan para mahasiswa dapat menggali lebih jauh apa yang belum tertulis dalam makalah ini. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi mahasiswa untuk dapat berperilaku secara matematis-agamis ataupun sebaliknya.
PENUTUP
            Dari uaian yang telah dikemukakan  di atas, dapatlah di ambil beberapa kesimpulan tentang nilai Alquran dalam pancasila dan matematika.
Pertama, Butir-butir Pancasila yang bernilai luhur ternyata ada rujukannya di dalam Al-Qur'an.
Kedua, sifat matematika adalah abstrak dan menggunakan bahasa simbol, matematika bersifat deduktif. Matematika menganut pola pikir atau penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah pola berpikir yang didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang secara umum sudah terbukti benar. Kebenaran yang diperoleh dari beberapa contoh khusus yang kemudian digeneralisasi, masih dikatakan bersifat induktif dan belum diterima kebenarannya dalam matematika. Kebenaran induktif itu akan diterima setelah dibuktikan dengan penalaran yang ketat dan logis. Meskipun matematika bersifat deduktif, ahli matematika juga tetap memperhatikan ilham, dugaan, pengalaman, daya cipta, rasa, dan fenomena dalam mengembangkan matematika. Kesimpulan dari pengembangan itu akan diterima setelah ditetapkan atau dibuktikan melalui penalaran logis.
Ketiga, ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan matematika walaupun tidak tersirat secara langsung. Itulah tugas kita untuk menggalinya. Demikian pula ayat-ayat kauniyah yang ada di alam semesta ini sangat berhubungan erat dengan matematika. Inilah ciri dari karakter agamis-matematis, bahwa dalam agama juga tidak terlepas dari matematika, ada kaitan erat antara agama dengan matematika.
Keempat, ayat dalam Al-Quran yang secara tersirat memerintahkan umat Islam untuk mempelajari matematika, yakni berkenaan dengan masalah faraidh. Masalah faraidh adalah masalah yang berkenaan dengan pengaturan dan pembagian harta warisan bagi ahli waris menurut bagian yang ditentukan dalam Al-Quran. Untuk pembagian harta warisan perlu diketahui lebih dahulu berapa jumlah semua harta warisan yang ditinggalkan, berapa jumlah ahli waris yang berhak menerima, dan berapa bagian yang berhak diterima ahli waris. Berkenaan dengan bagian yang berhak diterima oleh ahli waris, Al-Quran menjelaskan dalam surat An-Nisaa ayat 11, 12, dan 176. Ketentuan bagian yang berhak diterima oleh ahli waris disebut  furudhul muqaddarah.
Untuk dapat memahami dan dapat melaksanakan masalah faraidh dengan baik maka hal yang perlu dipahami lebih dahulu adalah konsep matematika yang berkaitan dengan bilangan pecahan, pecahan senilai, konsep keterbagian, faktor persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutan terkecil (KPK), dan konsep pengukuran yang meliputi pengukuran luas, berat, dan volume. Pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut akan memudahkan untuk memahami masalah faraidh.
Selain masalah faraidh, tertulis dalam Al-Quran bahwa tujuan diciptakannya matahari dan bulan salah satunya adalah agar manusia dapat mengetahui perhitungan waktu, sebagaimana firman Allah dalam QS Yunus ayat 5.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa nilai Alqur’an sangat banyak, baik itu yang menjelaskan tentang faraidh, Teori Himpunan, Teori Vektor,  Teori Perkalian dll.













DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir. Pentingnya Matematika Dalam Pemikiran Islam. Disampaikan pada
Seminar Internasional “The Role of Sciences and Technology in Islamic Civilization” di UIN Malang, tahun 2009.
Al-Quran dan Terjemahan. Tersedia dalam Digital Quran versi 3.1.
Armas, Adnin,  Sekulerisasi Ilmu. Jakarta: Gema Insani, 2013.
Dinar dan Kania, dewi, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu. Jakarta: Gema Insani. 2013.
Hakim, Andi, Nasoetion, Landasan Matematika. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1980.
Iswadji, Djoko, Matematika vs Kehidupan Manusia. Yogyakarta: UAD, 2010.
Shahih Muslim. Kumpulan dan Referensi Belajar Hadits. Tersedia dalam Haditsweb versi 3.0.
Syarif, Nashruddi.  Konsep Ilmu Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani, 2013.












[1] Penulis merupakan mahasiswa prodi pendidikan bahasa Arab pascasarjana UIN sunan kalijaga Yogyakarta 2018/2019.
[2] Nashruddin Syarif, Konsep Ilmu Dalam Islam. Jakarta: Gema Insani, 2013), hlm.65.
[3] Andi Hakim Nasoetion, Landasan Matematika. (Jakarta: Bhratara Karya Aksara), 1980.hlm. 45.
[4] Abdussakir, Pentingnya Matematika Dalam Pemikiran Islam. Disampaikan pada
Seminar Internasional “The Role of Sciences and Technology in Islamic Civilization” di UIN Malang, tahun 2009.
[5] Djoko Iswadji, Matematika vs Kehidupan Manusia. (Yogyakarta: UAD), 2010., hlm 98.

pengertian Linguistik (علم الدلالة)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam tugas kita sehari-hari, entah sebagai guru bahasa, sebagai penerjemah, sebagai pengarang, sebagai penyusun kamus, sebagai wartawan, sebagai apapun yang berkenaan dengan bahasa, tentu kita akan menghadapi masalah-masalah linguistik, atau yang berkaitan dengan linguistik. Tanpa pengetahuan yang memadai mengenai linguistik mungkin kita akan mendapatkan kesulitan dalam melaksaanakan tugas kita. Tetapi kalau kita mengetahui masalah linguistik, kita akan mendapatkan kemudahan dalam melaksanakan tugas itu. Mengapa? Karena linguistik akan memberi pemahaman kepada kita mengenai hakikat dan seluk beluk bahasa sebagai satu-satunya alat komunikasi terbaik yang hanya dimiliki manusia, serta bagaimana bahasa itu menjalankan peranannya dalam kehidupan manusia bermasyarakat.
Masalah kita di sini, yang akan kita bicarakan dalam makalah ini adalah, apakah linguistik itu, apakah manfaat linguistik, apakah obyek kajian linguistik, apakah fungsi linguistik, dan begitu juga Apakah hakikat bahasa dan semua itu ada dalam ilmu linguistik.[1] Dan pada kesempatan kali ini, saya akan membahas mengenai hal-hal tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini yang akan saya bahas adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian linguistik?
2.      Apakah manfaat linguistik?
3.      Apakah obyek kajian linguistik?
4.      Apakah fungsi linguistik?
5.      Apa saja hakikat bahasa?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah yang saya buat ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah ilmu lughah wa ‘ilm ad-dilalah serta sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan pengertian linguistik.
2.      Untuk memaparkan manfaat linguistik.
3.      Untuk menjelaskan tentang obyek kajian linguistik.
4.      Untuk menjelaskan fungsi linguistik.
5.      Untuk menjelaskan hakikat bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Linguistik
Linguistik berarti  ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata latin lingua yang berarti “bahasa”. Dalam bahasa “Roman” (yaitu bahasa yang berasal dari bahasa latin) masih ada kata-kata yang serupa dengan lingua latin, yaitu langue atau langage dalam bahasa Prancis, dan lingua dalam bahasa Itali. Bahasa inggris memungut dari bahasa Prancis kata yang kini menjadi language. Istilah linguistic dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata languge itu, seperti dalam bahasa Prancis istilah linguistique berkaitan dengan langage. Dalam bahasa Indonesia “linguistik” adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah “linguistis” atau “linguistik”.
Linguistik modern  berasal dari sarjana swissferdinand de saussure, yang bukunya cours de linguistique  generale (mata pelajaran linguistik umum) terbit tahun 1916, secara anumerta. De saussauremembedakan (kata Prancis) langue dan langage. Ia membedakan juga parole (‘tuturan’) dari kedua istilah tadi.
Bagi de saussure, langue adalah salah satu bahasa (misalnya bahasa Prancis, bahasa Inggris, atau bahasa Indonesia) adalah sebagai “sistem”. Sebaliknya, langage berarti bahasa sebagai sifat khas makhluk manusia, seperti dalam ucapan “Manusia memiliki bahasa , binatang tidak memiliki bahasa”. Parole ‘tuturan’ adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret: ‘logat’, ‘ucapan’, ‘perkataan’. Dalam ilmu linguistik para sarjana sering memakai kata-kata prancis tersebut langue, langage, dan parole) sebagai istilah profesional. (perhatikanlah: istilah Prancis langage dieja tanpa huruf u, sedangkan kata inggris language memakai huruf u).[2] 
Menurut Chaer (1994 : 2) ilmu bahasa  di Indonesia saat ini dikenal juga dengan ilmu linguistik. Istilah linguistik sepadan dengan istilah linguistic (inggris), linguistiek (Belanda), linguistica (Italia), linfvistika (Rusia), linguistique (Prancis). Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang berarti bahasa. Kata Arab yang mirip dengan kata lingua adalah kata Lughah   (لغة ) “bahasa”.
Muhammad  fahmi hijazy dalam kitabnya yang berjudul “Madkhlun Ilaa ‘Ulum Al-Lughah”  menjelaskan bahwa linguistik dalam pengertian yang sederhana adalah suatu ilmu tentang bahasa  yang digali dengan cara atau metode yang ilmiah.[3]
Sedangkan Mario Pei menjelaskan bahwa linguistik adalah ilmu yang menekankan terhadap bahasa itu sendiri. Sedangkan arti dari bahasa itu sendiri adalah sesuatu yang berhubungan dengan ucapan manusia. Ada juga pengertian lain yang lebih luas, diantaranya :
1.      Bahasa adalah sesuatu yang mengandung arti.
2.      Segala sesuatu yang mempunyai arti yang memahamkan.[4]
Secara populer orang sering mengatakan linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi; seperti dikatakan Martinet (1987:19), telaah ilmiah mengenai bahasa manusia.  Dalam pelbagai buku mungkin rumusannya agak berbeda, tetapi, bahwa bahasa menjadi kajian linguistik, kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi.[5]
Orang yang ahli dalam ilmu linguistik atau pakar linguistik disebut lunguis (Inggris linguist). Namun, perlu diperhatikan dalam bahasa Inggris kata linguist mempunyai dua buah pengertian. Selain berarti ahli linguistik juga berarti orang yang fasih dalam beberapa bahasa. Selain itu, perlu pula dicamkan, seseorang yang fasih dalam menggunakan beberapa bahasa belum tentu adalah pakar bahasa; dan seorang pakar bahasa belum tentu fasih dalam beberapa bahasa, meskipun tentunya adalah wajar kalau seorang pakar bahasa menguasai dengan baik beberapa bahasa. Minimal sebuah bahasa lain disamping bahasa ibunya.
Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general linguistics). Artinya, ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Jawa atau bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam peristilahan Prancis disebut langage. Untuk jelasnya, perhatikan contoh berikut. Kata bahasa Indonesia, “perpanjang” dapat dianalisis menjadi dua buah morfem, yaitu morfem per- dan panjang (apakah morfem itu, akan dibicarakan pada Bab Morfologi). Morfem per- disebut sebagai kausatif karena memberi makna ‘sebabkan jadi’, perpanjang berarti ‘sebabkan sesuatu menjadi panjang’. Sekarang perhatikan bahasa Inggris (to) befriend yang berarti ‘menjadikan sahabat’. Disini jelas ada morfem be- dan morfem friend; dan morfem be- juga memberi makna kausatif. Perhatikan pula kata bahasa Belanda vergroot ‘perbesar’. Jelas disitu ada morfem kausatif ver- dan morfem dasar groot yang berarti ‘besar’. Dengan membandingkan ketiga contoh itu, kita mengenali adanya morfem pembawa makna kausatif baik dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, maupun bahasa Belanda. Ataupun dalam bahasa lain lagi.
Begitulah bahasa-bahasa di dunia ini meskipun banyak sekali perbedaannya, tetapi ada pula persamaannya. Ada ciri-cirinya yang universal. Hal seperti itulah yang diteliti oleh linguistik. Maka karena itulah linguistik sering dikatakan bersifat umum; dan karena itu pula nama ilmu ini, linguistik, biasa juga disebut linguistik umum.
Keumuman linguistik ini akan tampak dari contoh-contoh pembahasan yang diambil dari berbagai bahasa, bukan dari bahasa tertentu saja. Misalnya, dalam pembahasa urutan D – M (Diterangkan – Menerangkan) diambil contoh dari bahasa Indonesia dan bahasa Prancis. Dalam pembahasan morfen suprasegmental diambil contoh dari bahasa Cina atau bahasa Muangthai. Dalam pembahasan paradigma inflegsional digunakan contoh dari bahasa Latin. Dalam pembahasan mengenai modifikasi internal diambil contoh dari bahasa Arab.[6]
B.     Manfaat Linguistik
Setiap ilmu, betapapun teoritisnya, tentu mempunyai manfaat praktis dalam kehidupan manusia. Begitu juga dengan linguistik. Kita bisa bertanya manfaat apakah yang diberikan linguistik kepada kita? Seperti sudah disinggung diatas bahwa linguistik akan memberi manfaat  langsung kepada mereka yang berkecimpung dalam kegiatan yang berhubungan dengan bahasa, seperti linguis itu sendiri, guru bahasa, penerjemah, penyusun buku pelajaran, penyusun kamus, petugas penerangan, para jurnalis, politikius, diplomat, dan sebagainya. Diantaranya adalah sebagai berikut:           
1.      Bagi linguis
Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya
2.      Bagi peneliti, kritikus dan peminat sastra
Linguistik akan  membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa, yang menjadi objek penelitian linguistik itu, merupakan wadah pelahiran karya sastra. Tidak mungkin kita dapat memahami karya sastra dengan baik tanpa mempunyai pengetahuan mengenai hakikat dan struktur bahasa dengan baik. Apalagi kalau diingat bahwa karya sastra menggunakan ragam bahasa khusus yang tidak sama dengan bahasa umum.
3.      Bagi guru umum dan guru bahasa
Pengetahuan linguistik  sangat penting, mulai dari subdisiplin, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan. Bagaimana mungkin seorang guru bahasa dapat melatih keterampilan berbahasa kalau dia tidak menguasai fonologi; bagaimana mungkin dia dapat melatih keterampilan menulis (mengarang) kalau dia tidak menguasai ejaan, morfologi, sintaksis, semantik dan leksikologi.
4.      Bagi penerjemah
Pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, tetapi juga berkenaaan dengan sosiolinguistik dan kontrastif linguistik. Seorang penerjemah bahasa Inggris-Indonesia harus bisa memlih terjemahan misalnya, my brother itu menjadi “kakak saya”, “adik saya”, atau cukup “ saudara saya” saja.
5.      Penyusun kamus atau leksikografer
Menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugasnya.  Untuk bisa menyusun kamus dia harus mulai dengan menentukan  fonem-fonem bahasa yang akan dikamuskannya, menentukan ejaan atau grafem fonem-fonem tersebut, memahami seluk-beluk bentuk dan pembentukan kata, struktur frase, struktur kalimat, makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, dan makna idiomatikal, serta latar belakang sosial bahasa tersebut.
6.      Penyusun buku pelajaran
Pengetahuan linguistik akan memberi tuntunan bagi penyusun buku teks dalam menyusun kalimat yang tepat, memilih kosa-kata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.
7.      Para negarawan atau politikus
Pengetahuan linguistik  bagi para negarawan dan politikus dalam memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan baik serta berkaitan dengan kemasyarakatan, maka tentu dia akan dapat meredam dan menyelesaikan gejolak sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat dari perbedaan dan pertentangan bahasa.[7]
C.    Objek Kajian Linguistik
Objek linguistik adalah bahasa.Akan tetapi pengertian istilah “bahasa” itu belum jelas.Karena itu, marilah kita teliti berbagai arti yang dimiliki istilah “bahasa” itu.
Pertama, istilah “bahasa” sering dipakai dalam arti kiasan seperti dalam ungkapan seperti “bahasa tari”, “bahasa alam”, “bahasa tubuh”, dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa arti kiasan seperti itu tidak termasuk arti istilah “bahasa” dalam ilmu linguistik.
Kedua, ada pengertian istilah “bahasa” dalam arti “harfiah”. Arti itu yang kita temukan dalam ungkapan seperti “ilmu bahasa”, “bahasa Indonesia”, “bahasa inggris”, “semestaan bahasa”, dan lain sebagainya. Dalam pengertian demikian kita sebaiknya membedakan langage, langue, dan parole.
Hanya dalam pengertian kedua inilah bahasa itu menjadi objek ilmu linguistic. Di samping itu, kita juga membedakan bahasa tutur dan bahasa tulis. Bahasa tulis dapat disebut “turunan” dari bahasa tutur. Bahasa tutur merupakan objek primer ilmu linguistik, sedangkan bahasa tulis merupakan objek sekunder linguistik. Bahasa tulis, atau “ortografi”, pada umumnya tidak merupakan representasi langsung dari bahasa tutur, dan justru di sinilah ada banyak masalah yang pantas diteliti oleh ahli linguistic. Yang penting disini ialah bahwa setiap bahasa pada dasarnya berbentuk bahasa tutur. Hanya secara sekunder sajalah bahasa berbentuk tulis.
Akhirnya perlu kita bertanya bagaimana langage, langue dan parole dibedakan sebagai objek linguistik. Parole merupakan objek konkret untuk ahli linguistik, bagaikan bahan “mentah” yang biasa disebut “data” (atau “teks”). Langue adalah objek yang sedikit lebih abstrak, dan yang paling abstrak adalah langage.
Perlu diperhatikan bahwa menguasai suatu bahasa (dalam arti dapat memakai secara lancar) tidak sama dengan menerangkan kaidah-kaidahnya. Tambahan pula, belajar suatu bahasa tidak ama dengan belajar tentang bahasa tersebut. Misalnya, anda menguasai bahasa Indonesia, tetapi tanpa keahlian khusus anda tidak dapat menerangkan tata bahasa Indonesia. Dengan perkataan lain, apa yang anda kuasai (yaitu bahasa Indonesia sebagai langue) memang merupakan objek penelitian linguistik terhadap bahasa Indonesia, tetapi cara menguasai bahasa tersebut  bukanlah objek linguistic. Kalau begitu, apakah fungsi penguasaan suatu bahasa dalam penelitian linguistik? Jawabannya adalah penguasaan merupakan titik tolak dari penelitian, dan kita tahu secara intuitif apakah suatu contoh dari parole benar atau tidak benar. Misalnya, bila ada orang berkata kucing itu mengejar besar tikus, serta-merta kita tahu bahwa kalimat itu tidak benar, bukan karena orang itu tidak menguasai bahasa Indonesia, melainkan karena alasan lain, seperti salah ucap, atau karena orangnya lelah, atau ia kurang memperhatikan apa yang dikatakannya.
Dengan perkataan lain, parole adalah objek linguistic konkret. Karena kita lancar dalam bahasa yang bersangkutan (atau orang lain yang membantu kita), kita dapat membedakan yang tepat dan yang tidak tepat, dan dari itulah dapat kita tarik kesimpulan menyangkut langue yang bersangkutan. Akhirnya, dengan membandingkan bahasa-bahasa yang agak banyak, kita dapat menyimpulkan hal-hal tertentu tentang langage.[8]
D.    Fungsi linguistik
1.      Fungsi umum
Fungsi umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam masyarakat ada komunikasi atau saling hubungan antar anggota. Untuk keperluan itu dipergunakan suatu wahana yang dinamakan bahasa. Dengan demikian, setiap masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa, dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat. Ada orang yang mempertanyakan mana yang lebih dulu ada, bahasa atau masyarakat. Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan mana yang lebih dulu, ayam atau telur?
Disuatu media massa (Abadi, 1971) seorang bernama Kang En (mungkin nama samaran) menulis sebuah artikel yang isinya agak provokatif, yaitu : “ bahasa yang merusak mental bangsa”.  Hal ini perlu diketengahkan sebab tulisan itu tampaknya beranjak dari hipotesis Whorf-Sapir. Ada tiga persoalan dalam bahasa indonesia yang di kemukakan oleh Kang En, yaitu: (1) masalah kata sapaaan, (2) masalah kala (tenses), dan (3) salam (greeting).
a.       masalah kata sapaaan
disana dikemukakan oleh Kang En bahwa kata sapaan dalam bahasa Indonesia (Bapak, Ibu, Saudara) meminjam kata dari perbendaharaan hubungan kekerabatan/ famili(bapak, ibu ,saudara). Hal ini tampaknya ada suatu dampak yang signifikan, yakni mengakibatkan masyarakat pemakainya memiliki sifat familier dan nepotis.
a.       masalah kala (tenses)
bahasa Indonesia sebagai bahsa tipe aglunatif memang tidak mengenal tenses (kala). Hal ini telah mengakibatkan masyarakatnya kurang begitu peduli waktu dang kurang menghargai waktu atau kurang disiplin masalah waktu.
b.      salam (greeting)
salam kita yang paling populer adalah apa kabar ? yang menjadi persoalan ialah, samakah perilaku bangsa yang menggunakan salam apa kabar? Dengan perilaku bangsa yang menggunakan how do you do! Dampak pemakaian kata do tampaknya berbeda dengan pemakaian apa kabar. Kata do memiliki sugesti untuk membuat sesuatu, sedangkan kata apa kabar memiliki sugesti “memburu berita”.

2.      Fungsi Khusus
Jakobson membagi fungsi bahasa atas enam macam, yakni fungsi emotif, konatif, referensial, puitik, fatik, dan metalingual.  Ahli bahasa yang gagasannya terilhami oleh Buhler ini mendasarkan pembagiannya atas tumpuan perhatian atau aspek. Seperti kita ketahui bahwa bahasa memiliki enam aspek, yakni aspek addreser, context, messege, contact, code, dan addresce.
Apabila tumpuaaNnya pada si penutur (addreser), fungsi bahasanya dinamakan emotif. Apabila tumpuaan pembicaraannya pada (context),  fungsi bahasa disebut referensial. Apabila tumpuaan pembicaraannya pada amanat (messege), fungsi bahasanya disebut  puitik (poetic). Apabila tumpuaan pembicaraannya pada kontaks (contact), fungsi bahasanya disebut fatik (phatic). Apabila tumpuaan pembicaraannya pada kode (code), fungsi bahasanya disebut metalingual. Apabila tumpuaan pembicaraannya pada lawan bicara (addresce) fungsi bahasanya dinamakan konatif. [9]
E.     Hakikat Bahasa
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna dan pengertian sehingga seringkali membingungkan.[10]
1.      Bahasa Sebagai Sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa tersusun berdasarkan suatu pola tertentu. Sedangkan sistemis artinya bahasa bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub sistem/ sistem bawahan.
Jenjang subsistem dalam linguistik dikenal dengan nama tataran linguistik atau bahasa. Jika diurutkan dari tataran terendah sampai tertinggi, yang menyangkut ketiga subsistem struktural yaitu tataran fonem, morfem, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Dalam morfologi, kata menjadi satuan terbesar dan dikaji dtruktur dan proses kajianya, sedangkan sintaksis kata menjadi satuan terkecil dan dikaji sebagai unsur pembentuk sintaksis yang lebih besar.
2.        Bahasa sebagai lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama. Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah yang disebut ilmu semiotika atau semiologi. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang membuat penuturnya bisa menyampaikan semua pikiran atau sikap sebagai sebuah lambang atau simbol untuk mengacu pada sesuatu yang disimbolkan. Hanya yang perlu digaris bawahi bahwa antara lambang dengan sesuatu yang dilambangkan tidak ada hubungan secara langsung. Setiap kata memang mengacu pada yang dilambangkan. Namun, kata saja tidak bisa dipahami secara utuh tanpa melibatkan konteks penggunaan kata itu dalam struktur yang lebih besar seperti frasa, klausa, dan kalimat. Konteks berperan penting dalam penggunaan suatu kata sebagai lambang.
3.      Bahasa adalah bunyi
Yang dimaksud dengan bunyi bahasa atau bunyi ujaran adalah satuan bunyi yang diucapkan oleh alat ucap manusia. Dalam linguistik yang disebut bahasa, yang primer adalah yang diucapkan, yang dilisankan, yang keluar dari alat ucap manusia. Bahasa yang dilisankan inilah yang menjadi objek linguistik, hanyalah bersifat sekunder.
4.      Bahasa  itu bermakna
Yang dilambangkan dalam lughah itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujuud bunyi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata (kalimah), frasa (tarkiib), klausa (jumailah), kalimat (jumlah), dan wacana (maqaal). Semua satuan itu memiliki makna. Namun karena ada perbedaan tingkataNnya, maka jenis maknanyapun tidak sama. Makna yang berkenaan dengan morfem dan kata disebut makna leksikal (ma’na al-lafdzi), yang berkenaan dengan frasa, klausa, kalimat disebut makna gramatikal (ma’na an-nahwiy), dan yang berkenaan dengan wacana disebut dengan makna pragmatik atau makna konteks (ma’na at-tadaawuli atau ma’na al-siyaaqi).
5.      Bahasa itu Arbitrer
Yang dimaksud dengan istilah arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Andaikata ada hubungan wajib antara lambang dengan yang dilambangkan, tentu lambang yang dalam bahasa Arab berbunyi “bait” akan disebut juga “bait” dalam bahasa Indonesia, bukan “rumah”. Dengan kata lain, tidak ada kata yang baik dan kata yang buruk dalam membincangkan nama-nama satuan-satuan kosakata.
6.      Bahasa itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya semua anggota masayarakat bahasa itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
7.      Bahasa itu Produktif
Meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa tersebut. Oleh karenanya, bahasa dikatakan produktif.
8.      Bahasa itu Unik
Bahasa dikatakan bersifat unik berarti setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainya. Ciri khas ini menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, kalimat atau sistem-sistem lainya. Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis, maksuDnya makna kata tetap yang berubah makna keseluruhan kalimat.
9.      Bahasa itu Universal
Ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada didunia ini. Ciri-ciri itu menjadi unsur bahasa yang paling umum yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain. Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan. Bukti lain dari keuniversalan yang bermakna adalah berupa kata (kalimah), frasa (tarkiib), klausa (jumailah), kalimat (jumlah), dan wacana (maqaal). Namun pembentukan satuan-satuan tersebut mungkin tidak sama.
10.  Bahasa itu Dinamis
Bahasa merupakan satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk hidup yang berbudaya dan bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat kegiatatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah-ubah, maka bahasapun juga ikut berubah, menjadi tidak tetap, dan menjadi statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Perubahan bahasa bisa terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon. Perubahan yang paling jelas, dan paling banyak terjadi terdapat pada bidang leksikon dan semantik. Hampir setiap saat ada kata-kata baru yang muncul sebagai akibat perubahan budaya dan ilmu, atau ada kata-kata lama yang muncul dengan makna baru. Perubahan bahasa yang terjadi bisa berupa pengembangan dan perluasan ataupun berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami oleh masyarakat bahasa yang bersangkutan. Kemampuan adaptasi yang dimiliki oleh bahasa inilah yang membuat sebagian ahli menganggap bahwa bahasa itu sempurna (al-lughah al-kamiilah).

11.  Bahasa itu Bervariasi
Mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalam ragam atau variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam bahasa baku atau standar dan untuk situasi tida formal digunakan ragam bahasa yang tidak baku atau nonstandar.
12.  Bahasa itu Manusiawi
Bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia. Alat komunikasi binatang bersifat terbatas, dalam arti hanya digunakan untuk keperluan hidup “kebinatanganya”itu sendiri.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata linguistik berasal dari kata latinlingua yang berarti bahasa. Dalam bahasa Indonesia linguistik adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah linguistis atau linguistik.
Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi guru, terutama guru bahasa, pengetahuan linguistik sangat penting, mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan. Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, tetapi juga yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrastiflinguistik. Pengetahuan linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks. Pengetahuan linguistik akan memberi tuntunan bagi penyusun buku teks dalam menyusun kalimat yang tepat, memilih kosakata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.
Objek linguistik adalah bahasa.Pertama, istilah “bahasa” sering dipakai dalam arti kiasan seperti dalam ungkapan seperti “bahasa tari”, “bahasa alam”, “bahasa tubuh”, dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa arti kiasan seperti itu tidak termasuk arti istilah “bahasa” dalam ilmu linguistik.
Kedua, ada pengertian istilah “bahasa” dalam arti “harfiah”. Arti itu yang kita temukan dalam ungkapan seperti “ilmu bahasa”, “bahasa Indonesia”, “bahasa inggris”, “semestaan bahasa”, danlain sebagainya. Dalam pengertian demikian kita sebaiknya membedakan langage, langue, dan parole.
Fungsi Linguistik: a. Fungsi umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. Ada tiga persoalan dalam bahasa indonesia yang di kemukakan oleh Kang En, yaitu: (1) masalah kata sapaaan, (2) masalah kala (tenses), dan (3) salam (greeting). b Fungsi Khusus, Jakobson membagi fungsi bahasa atas enam macam, yakni fungsi emotif, konatif, referensial, puitik, fatik, dan metalingual.  Ahli bahasa yang gagasannya terilhami oleh Buhler ini mendasarkan pembagiannya atas tumpuan perhatian atau aspek. Seperti kita ketahui bahwa bahasa memiliki enam aspek, yakni aspek addreser, context, messege, contact, code, dan addresce.
Hakikat bahasa adalah sebagai: (a) Bahasa Sebagai Sistem,Bahasa sebagai lambang, (b) Bahasa adalah bunyi , (c) Bahasa adalah bunyi, (d) Bahasa itu Arbitrer, (e) Bahasa itu Konvensional, (f) Bahasa itu Produktif, (g) Bahasa itu Unik, (h) Bahasa itu Universal, (i) Bahasa itu Dinamis, (j) Bahasa itu Bervariasi, (k) Bahasa itu Manusiawi.


DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Hijaziy, Mahmud Fahmi, Madkhalun Ilaa ‘Ulum Al-Lughah. Mesir : Dar Qoba’.
Soeparno, 2002.  Dasar-Dasar Linguistik Umum.Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Umar, Mukhtar, Ahmad. 1987. Usus ‘Ulum Al-Lughah, Judul Asli INVITATION TO LINGUISTICS (A basic indroduction to the science of language). Kairo : ‘Alim Al-Kutub.
Verhaar,1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.



[1]Abdul Chaer, Linguistik Umum (EdisiRevisi), (Jakarta: PT Rineka Cipta: 2012), hlm. 1.
[2] J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1996), hlm. 1.

[3] Mahmud Fahmi Hijaziy, Madkhalun Ilaa ‘Ulum Al-Lughati (Mesir: Dar Qoba’), hlm. 17.
[4] Dr. Ahmad Mukhtar Umar, Usus ‘Ulum Al-Lughah, Judul Asli INVITATION TO LINGUISTICS (A basic indroduction to the science of language), (Kairo: ‘Alim Al-Kutub, 1987), hlm. 35.
[5] Abdul Chaer, Linguistik Umum (EdisiRevisi), hlm.1.
[6] Ibid.,hlm 3-4.
[7]Ibid., hlm. 25. 
[8]J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, Op.Cit., hal. 6-8.
[9] Soeparno, Dasar-Dasar Linguistik Umum (cetakan pertama), (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya:  2002), hlm. 5-10.
[10] Abdul Chaer, Linguistik Umum (cetakan pertama), (Jakarta: PT Rineka Cipta:1994),   hlm.33-56.